Generasi Z dan Aktivisme Digital: Dari Hashtag hingga Aksi Nyata Penyelamatan Lingkungan
(Oleh Windri Irawati dan Ridani Arihta)
Di tengah hiruk pikuk perayaan ulang tahun gen z yang biasanya identik dengan pesta mewah dan kemeriahan, seorang content creator berusia 23 tahun memilih jalan yang berbeda. Jerhemy Owen, lulusan Teknologi Lingkungan dan Energi Terbarukan dari Avans University of Applied Sciences, Belanda, merayakan hari kelahirannya pada 29 April dengan cara yang tak terduga yaitu meluncurkan gerakan digital untuk menanam 10.000 pohon.
Kampanye resmi dimulai pada 30 April 2025 ketika Jerhemy Owen mengumumkannya melalui akun TikTok pribadinya. Hanya dalam satu hari, unggahan pertamanya ditonton lebih dari 25 juta kali dan dibagikan hingga 350 ribu kali. Angka yang fantastis untuk sebuah gerakan lingkungan yang dimulai dari seorang mahasiswa. Namun, yang membuat kampanye Owen berbeda dari ribuan konten viral lainnya adalah konsep revolusioner yang diusungnya yaitu setiap 15 kali video dibagikan akan dikonversi menjadi satu pohon yang ditanam. Bukan sekadar konten, tetapi aksi nyata yang terukur.
Jerhemy Owen bukan nama baru di dunia konten digital Indonesia. Dengan latar belakang jurusan Teknologi Lingkungan dan Energi Terbarukan, Owen vokal memberikan edukasi tentang lingkungan dan energi terbaru melalui platform media sosial miliknya. Sebagai content creator yang berada di bawah naungan Mantappu Corp, Owen telah membangun reputasi sebagai suara muda yang konsisten menyuarakan isu lingkungan. Yang membuatnya unik adalah kemampuan Owen menerjemahkan kompleksitas isu lingkungan menjadi konten yang mudah dicerna oleh Generasi Z dan Milenial. "Selama ini, kampanye lingkungan terkesan berat dan menggurui. Owen berhasil membuatnya fun dan actionable," ujar Dr. Sari Wulandari, pengamat komunikasi digital dari Universitas Indonesia.
Awalnya, Owen menargetkan penanaman 5.000 pohon. Namun antusiasme masyarakat membuat target tersebut meningkat menjadi 10.000 pohon. Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia, khususnya netizen, sebenarnya memiliki kepedulian tinggi terhadap isu lingkungan, asalkan dikemas dalam format yang accessible dan engaging. Mekanisme kampanye yang sederhana namun efektif menjadi kunci kesuksesan kegiatan ini yang dikenal dengan kampanye #Wenanampohon. Sementara 75.000 share dibutuhkan untuk mencapai target awal 5.000 pohon, karena setiap 15 share akan menanam satu pohon. Formula matematis yang simpel ini memungkinkan setiap orang untuk dengan mudah menghitung kontribusinya terhadap penyelamatan lingkungan.
Jerhemy Owen mengatakan “Kegiatan ini menunjukkan kepedulian masyarakat untuk menyelamatkan lingkungan tinggi sekali, terlihat dari konten yang diteruskan”. Lanjut Owen, “Menanam pohon bukan hanya untuk hari ini tetapi untuk jangka waktu yang panjang, demi diri kita sendiri, saya berharap komunitas pencinta alam di seluruh Indonesia untuk bisa ikut tanam pohon, bersama-sama mengorganize masing-masing dan bisa mendapatkan bibit gratis dari Kementerian Kehutanan, bisa langsung datang ke persemaian, dan satu KTP bisa mendapatkan 25 bibit pohon”.
Puncak kegiatan dilaksanakan pada 30 Mei 2025 melalui aksi penanaman pohon bersama para relawan di Kampung Cibulao, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dan dukung langsung oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Pemilihan lokasi ini bukan tanpa alasan. Wilayah ini dipilih karena merupakan hulu Sungai Ciliwung dan sebelumnya terdampak tanah longsor akibat minimnya area resapan air. Dengan menanam 10.000 pohon di kawasan ini, Owen tidak hanya berkontribusi pada reforestasi, tetapi juga pada pencegahan banjir di Jakarta dan sekitarnya. Keputusan untuk fokus pada Ciliwung menunjukkan pemahaman Owen yang mendalam tentang interconnectedness masalah lingkungan. Banjir di Jakarta tidak bisa dipisahkan dari kondisi hutan di hulu sungai. Dengan menanam pohon di Bogor, ia secara tidak langsung membantu mengatasi masalah banjir di Jakarta.
Bukan hanya dukungan netizen, tetapi juga kolaborasi strategis dengan berbagai pihak. Owen pernah melakukan kerja sama dengan suatu kelompok anak muda bernama Pandawara, menunjukkan kemampuannya membangun jaringan dalam komunitas aktivis lingkungan. Kolaborasi ini mencerminkan tren baru dalam aktivisme lingkungan Indonesia, di mana boundaries antara content creator, aktivis, akademisi, dan korporasi mulai blur. Yang penting adalah alignment of purpose yakni menyelamatkan lingkungan.
Ada beberapa faktor psikologis yang membuat kampanye Owen resonan dengan audiens digital, pertama immediate feedback loop. Dimana setiap share memberikan sense of contribution yang immediate dan terukur. Berbeda dengan donasi tradisional yang seringkali tidak transparent, di sini setiap 15 share jelas equals satu pohon. Kedua, low barrier to entry. Untuk berpartisipasi, netizen hanya perlu menekan tombol share. Tidak perlu registrasi, tidak perlu donasi, tidak perlu komitmen jangka panjang. Perfect untuk attention span Generasi Z yang pendek. Ketiga, social proof yakni kampanye ini berlangsung selama hampir sebulan, menciptakan momentum sustained yang memungkinkan viral effect untuk benar-benar mengakar dan menyebar.
Yang membedakan #WeNanamPohon dari viral campaign lainnya adalah sustainability-nya. Ini bukan sekadar trending topic yang hilang dalam seminggu, tetapi gerakan yang memiliki impact jangka panjang. 10.000 pohon yang ditanam tidak hanya berkontribusi pada carbon sequestration, tetapi juga pada water retention, soil conservation, dan biodiversity protection. Dalam konteks perubahan iklim global, setiap pohon yang ditanam adalah investasi untuk masa depan. Lebih penting lagi, kampanye ini mengubah paradigma aktivisme lingkungan di Indonesia. Dari yang sebelumnya didominasi oleh NGO dan akademisi, kini content creator juga bisa menjadi agent of change yang efektif
Meski mendapat sambutan positif, gerakan ini juga menghadapi pertanyaan kritis. Bagaimana memastikan survival rate pohon-pohon yang ditanam? Apakah ada program monitoring dan maintenance jangka panjang? Owen tampaknya mengantisipasi pertanyaan ini dengan melakukan penanaman secara kolaboratif dengan berbagai pihak yang memiliki expertise dalam reforestasi. Dokumentasi proses penanaman yang real-time juga menunjukkan commitment terhadap transparency dan accountability.
Kesuksesan #WeNanamPohon memiliki implikasi luas untuk masa depan gerakan lingkungan di Indonesia diantaranya ia membuktikan bahwa environmental message bisa viral dan engaging ketika dikemas dengan proper strategy dan authentic messenger. Selain itu model kolaborasi multi-sektor yang didemonstrasikan Owen bisa menjadi template untuk campaign lingkungan masa depan.
Jerhemy Owen telah membuktikan bahwa Generasi Z adalah generasi yang powerful dan purpose-driven. Mereka tidak hanya consume content, tetapi juga capable of creating meaningful change melalui platform digital. Dalam konteks yang lebih luas, #WeNanamPohon adalah preview dari masa depan environmental activism di Indonesia. Sebuah masa depan di mana boundaries antara online dan offline activism tidak lagi relevan, di mana satu share bisa literally menyelamatkan bumi, dan di mana seorang content creator 23 tahun bisa menjadi leader dalam gerakan penyelamatan lingkungan. Mungkin inilah cara Generasi Z menyelamatkan dunia: satu share, satu pohon, satu hashtag pada satu waktu. Dan yang paling penting, satu aksi nyata yang bisa diukur dan dirasakan dampaknya.
Gerakan #WeNanamPohon telah berakhir, tetapi legacy-nya baru saja dimulai. Owen telah menunjukkan jalan, kini saatnya content creator lain dan generasi muda Indonesia untuk melanjutkan estafet penyelamatan lingkungan dengan cara mereka masing-masing. Dari hashtag ke hutan, dari viral ke legacy, dari digital ke tangible impact - itulah revolusi hijau ala Jerhemy Owen yang patut ditiru dan dikembangkan lebih lanjut.
Comments
Post a Comment